Etika Bisnis Akuntan Publik
Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia yang merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain itu dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika sangat diperlukan dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik. Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat merugikan.
Baru-baru ini salah satu badan yang memiliki fungsi untuk menyusun dan mengembangkan standar profesi dan kode etik profesi akuntan publik yang berkualitas dengan mengacu pada standar internasional, yaitu Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) telah mengembangkan dan menetapkan suatu standar profesi dan kode etik profesi yang berkualitas yang berlaku bagi profesi akuntan publik di Indonesia. Prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir pernyataan (IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007). Ke-8 butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. 8 Butir tersebut terdeskripsikan sebagai berikut :
Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia yang merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain itu dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika sangat diperlukan dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik. Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat merugikan.
Baru-baru ini salah satu badan yang memiliki fungsi untuk menyusun dan mengembangkan standar profesi dan kode etik profesi akuntan publik yang berkualitas dengan mengacu pada standar internasional, yaitu Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) telah mengembangkan dan menetapkan suatu standar profesi dan kode etik profesi yang berkualitas yang berlaku bagi profesi akuntan publik di Indonesia. Prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir pernyataan (IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007). Ke-8 butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. 8 Butir tersebut terdeskripsikan sebagai berikut :
- Tanggung Jawab Profesi (Dalam
melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam
semuakegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai
peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota
mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka.
Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan
sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara
kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam
mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk
memelihara dan meningkatkan tradisi profesi).
- Kepentingan Publik (Setiap
anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan
kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen
atas profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah
penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran
yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang
terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai,
investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada
obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi
bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab
akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan
sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara
keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan
dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat
dan negara. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai
jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi
tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai
tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk
menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik
kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka
untuk mencapai profesionalisme yang tinggi).
- Integritas (Untuk memelihara
dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan
profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan
publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji
keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk,
antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan
rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh
dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan
yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak
menerima kecurangan atau peniadaan prinsip).
- Objektivitas (Setiap anggota
harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas
yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip
obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur
secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari
benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja
dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas
mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktek publik memberikan
jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain
menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit
internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di
industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih
orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan
kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan
memelihara obyektivitas).
- Kompetensi dan Kehati-hatian
Profesional (Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan
berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang
diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh
manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir. Hal ini mengandung
arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional
dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan
pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik.
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya
tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak
mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan
pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang
anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal
penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota
wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang
lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan
kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan
pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus
dipenuhinya).
- Kerahasiaan (Setiap anggota
harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan
jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi
tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban
profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Kepentingan umum dan
profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan
didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas
kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi
yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu
diungkapkan. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan
informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa
profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan
setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir).
- Perilaku Profesional
(Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi
yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi
harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada
penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan
masyarakat umum).
- Standar Teknis (Setiap anggota
harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan
standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan
berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan
dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip
integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar professional yang
harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan
pengaturan perundang-undangan yang relevan).
Tanggung Jawab Sosial (Social
Responsibility) Kantor Akuntan Publik sebagai Entitas Bisnis
Milton Friedman memaparkan tanggung jawab bisnis yang utama adalah menggunakan sumber daya dan mendesain tindakan untuk meningkatkan laba sepanjang tetap mengikuti atau mematuhi aturan permainan. Hal ini dapat dikatakan bahwa bisnis tidak seharusnya diwarnai oleh penipuan dan kecurangan. Pada struktur utilitarian, melakukan aktivitas untuk memenuhi kepentingan sendiri diperbolehkan. Untuk memenuhi kepentingan sendiri, setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda dan terkadang saling berbenturan satu dengan yang lainnya. Menurut Smith mengejar kepentingan pribadi diperbolehkan sepanjang tidak melanggar hukum dan keadilan atau kebenaran. Bisnis harus diciptakan dan diorganisasikan dengan cara yang bermanfaat bagi masyarakat.
Sebagai entitas bisnis layaknya entitas-entitas bisnis lain, Kantor Akuntan Publik juga dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk uang dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi yang artinya pada Kantor Akuntan Publik juga dituntut akan suatu tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Namun, pada Kantor Akuntan Publik bentuk tanggung jawab sosial suatu lembaga bukanlah pemberian sumbangan atau pemberian layanan gratis. Tapi meliputi ciri utama dari profesi akuntan publik terutama sikap altruisme, yaitu mengutamakan kepentingan publik dan juga memperhatikan sesama akuntan publik dibanding mengejar laba.
Krisis Dalam Profesi Akuntan
Maraknya kecurangan di laporan keuangan, secara langsung maupun tidak langsung mengarah pada profesi akuntan. Sederetan kecurangan telah terjadi baik diluar maupun di Indonesia. Profesi akuntan saat ini tengah menghadapi sorotan tajam terlebih setelah adanya sejumlah skandal akuntansi yang dilakukan beberapa perusahaan dunia. Terungkapnya kasus manipulasi yang dilakukan perusahaan Enron merupakan pemicu terjadinya krisis dalam dunia profesi akuntan dan terungkapnya kasus-kasus manipulasi akuntansi lainnya seperti kasus worldCom, Xerox Corp, dan Merek Corp. Dan di Indonesia yaitu kasus Kimia Farma, PT Bank Lippo, dan ditambah lagi kasus penolakan laporan keuangan PT. Telkom oleh SEC, semakin menambah daftar panjang ketidak percayaan terhadap profesi akuntan.
Dalam hasil Kongres Akuntan Sedunia (Word Congres Of Accountants “WCOA” ke-16 yang diselenggarakan di Hongkong juga disimpulkan bahwa kredibilitas profesi akuntan sebagai fondasi utama sedang dipertaruhkan. Sebagai fondasi utama,tanpa sebuah kredibilitas profesi ini akan hancur. Hal ini disebabkan oleh beberapa skandal terkait dengan profesi akuntan yang telah terjadi. Namun, Profesi akuntan dapat saja mengatasi krisis ini dengan menempuh cara peningkatan independensi, kredibilitas, dan kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu presiden International Federation of Accountants IFAC menghimbau agar para akuntan mematuhi aturan profesi untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat agar krisis profesi akuntan tidak lagi terjadi.
Regulasi Dalam Rangka Penegakan Etika Kantor Akuntan Publik
Di Indonesia, melalui PPAJP – Dep. Keu., pemerintah melaksanakan regulasi yang bertujuan melakukan pembinaan dan pengawasan terkait dengan penegakkan etika terhadap kantor akuntan publik. Hal ini dilakukan sejalan dengan regulasi yang dilakukan oleh asosiasi profesi terhadap anggotanya. Perlu diketahui bahwa telah terjadi perubahan insitusional dalam asosiasi profesi AP. Saat ini, asosiasi AP berada di bawah naungan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Sebelumnya asosiasi AP merupakan bagian dari Institut Akuntan Indonesia (IAI), yaitu Kompartemen Akuntan Publik.
Perkembangan terakhir dunia internasional menunjukkan bahwa kewenangan pengaturan akuntan publik mulai ditarik ke pihak pemerintah, dimulai dengan Amerika Serikat yang membentuk Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB). PCAOB merupakan lembaga semi pemerintah yang dibentuk berdasarkan Sarbanes Oxley Act 2002. Hal ini terkait dengan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap lemahnya regulasi yang dilakukan oleh asosiasi profesi, terutama sejak terjadinya kasus Enron dan Wordcom yang menyebabkan bangkrutnya Arthur Andersen sebagai salah satu the Big-5, yaitu kantor akuntan publik besar tingkat dunia. Sebelumnya, kewenangan asosiasi profesi sangat besar, antara lain:
(i) Pembuatan standar akuntansi dan standar audit;
(ii) Pemeriksaan terhadap kertas kerja audit; dan
(iii) Pemberian sanksi. Dengan kewenangan asosiasi yang demikian luas, diperkirakan bahwa asosiasi profesi dapat bertindak kurang independen jika terkait dengan kepentingan anggotanya.
Berkaitan dengan perkembangan tersebut, pemerintah Indonesia melalui Rancangan Undang-Undang tentang Akuntan Publik (Draft RUU AP, Depkeu, 2006) menarik kewenangan pengawasan dan pembinaan ke tangan Menteri Keuangan, disamping tetap melimpahkan beberapa kewenangan kepada asosiasi profesi. Dalam RUU AP tersebut, regulasi terhadap akuntan publik diperketat disertai dengan usulan penerapan sanksi disiplin berat dan denda administratif yang besar, terutama dalam hal pelanggaran penerapan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).
Di samping itu ditambahkan pula sanksi pidana kepada akuntan publik palsu (atau orang yang mengaku sebagai akuntan publik) dan kepada akuntan publik yang melanggar penerapan SPAP. Seluruh regulasi tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pelaporan keuangan, meningkatkan kepercayaan publik serta melindungi kepentingan publik melalui peningkatan independensi auditor dan kualitas audit.
Milton Friedman memaparkan tanggung jawab bisnis yang utama adalah menggunakan sumber daya dan mendesain tindakan untuk meningkatkan laba sepanjang tetap mengikuti atau mematuhi aturan permainan. Hal ini dapat dikatakan bahwa bisnis tidak seharusnya diwarnai oleh penipuan dan kecurangan. Pada struktur utilitarian, melakukan aktivitas untuk memenuhi kepentingan sendiri diperbolehkan. Untuk memenuhi kepentingan sendiri, setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda dan terkadang saling berbenturan satu dengan yang lainnya. Menurut Smith mengejar kepentingan pribadi diperbolehkan sepanjang tidak melanggar hukum dan keadilan atau kebenaran. Bisnis harus diciptakan dan diorganisasikan dengan cara yang bermanfaat bagi masyarakat.
Sebagai entitas bisnis layaknya entitas-entitas bisnis lain, Kantor Akuntan Publik juga dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk uang dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi yang artinya pada Kantor Akuntan Publik juga dituntut akan suatu tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Namun, pada Kantor Akuntan Publik bentuk tanggung jawab sosial suatu lembaga bukanlah pemberian sumbangan atau pemberian layanan gratis. Tapi meliputi ciri utama dari profesi akuntan publik terutama sikap altruisme, yaitu mengutamakan kepentingan publik dan juga memperhatikan sesama akuntan publik dibanding mengejar laba.
Krisis Dalam Profesi Akuntan
Maraknya kecurangan di laporan keuangan, secara langsung maupun tidak langsung mengarah pada profesi akuntan. Sederetan kecurangan telah terjadi baik diluar maupun di Indonesia. Profesi akuntan saat ini tengah menghadapi sorotan tajam terlebih setelah adanya sejumlah skandal akuntansi yang dilakukan beberapa perusahaan dunia. Terungkapnya kasus manipulasi yang dilakukan perusahaan Enron merupakan pemicu terjadinya krisis dalam dunia profesi akuntan dan terungkapnya kasus-kasus manipulasi akuntansi lainnya seperti kasus worldCom, Xerox Corp, dan Merek Corp. Dan di Indonesia yaitu kasus Kimia Farma, PT Bank Lippo, dan ditambah lagi kasus penolakan laporan keuangan PT. Telkom oleh SEC, semakin menambah daftar panjang ketidak percayaan terhadap profesi akuntan.
Dalam hasil Kongres Akuntan Sedunia (Word Congres Of Accountants “WCOA” ke-16 yang diselenggarakan di Hongkong juga disimpulkan bahwa kredibilitas profesi akuntan sebagai fondasi utama sedang dipertaruhkan. Sebagai fondasi utama,tanpa sebuah kredibilitas profesi ini akan hancur. Hal ini disebabkan oleh beberapa skandal terkait dengan profesi akuntan yang telah terjadi. Namun, Profesi akuntan dapat saja mengatasi krisis ini dengan menempuh cara peningkatan independensi, kredibilitas, dan kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu presiden International Federation of Accountants IFAC menghimbau agar para akuntan mematuhi aturan profesi untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat agar krisis profesi akuntan tidak lagi terjadi.
Regulasi Dalam Rangka Penegakan Etika Kantor Akuntan Publik
Di Indonesia, melalui PPAJP – Dep. Keu., pemerintah melaksanakan regulasi yang bertujuan melakukan pembinaan dan pengawasan terkait dengan penegakkan etika terhadap kantor akuntan publik. Hal ini dilakukan sejalan dengan regulasi yang dilakukan oleh asosiasi profesi terhadap anggotanya. Perlu diketahui bahwa telah terjadi perubahan insitusional dalam asosiasi profesi AP. Saat ini, asosiasi AP berada di bawah naungan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Sebelumnya asosiasi AP merupakan bagian dari Institut Akuntan Indonesia (IAI), yaitu Kompartemen Akuntan Publik.
Perkembangan terakhir dunia internasional menunjukkan bahwa kewenangan pengaturan akuntan publik mulai ditarik ke pihak pemerintah, dimulai dengan Amerika Serikat yang membentuk Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB). PCAOB merupakan lembaga semi pemerintah yang dibentuk berdasarkan Sarbanes Oxley Act 2002. Hal ini terkait dengan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap lemahnya regulasi yang dilakukan oleh asosiasi profesi, terutama sejak terjadinya kasus Enron dan Wordcom yang menyebabkan bangkrutnya Arthur Andersen sebagai salah satu the Big-5, yaitu kantor akuntan publik besar tingkat dunia. Sebelumnya, kewenangan asosiasi profesi sangat besar, antara lain:
(i) Pembuatan standar akuntansi dan standar audit;
(ii) Pemeriksaan terhadap kertas kerja audit; dan
(iii) Pemberian sanksi. Dengan kewenangan asosiasi yang demikian luas, diperkirakan bahwa asosiasi profesi dapat bertindak kurang independen jika terkait dengan kepentingan anggotanya.
Berkaitan dengan perkembangan tersebut, pemerintah Indonesia melalui Rancangan Undang-Undang tentang Akuntan Publik (Draft RUU AP, Depkeu, 2006) menarik kewenangan pengawasan dan pembinaan ke tangan Menteri Keuangan, disamping tetap melimpahkan beberapa kewenangan kepada asosiasi profesi. Dalam RUU AP tersebut, regulasi terhadap akuntan publik diperketat disertai dengan usulan penerapan sanksi disiplin berat dan denda administratif yang besar, terutama dalam hal pelanggaran penerapan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).
Di samping itu ditambahkan pula sanksi pidana kepada akuntan publik palsu (atau orang yang mengaku sebagai akuntan publik) dan kepada akuntan publik yang melanggar penerapan SPAP. Seluruh regulasi tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pelaporan keuangan, meningkatkan kepercayaan publik serta melindungi kepentingan publik melalui peningkatan independensi auditor dan kualitas audit.
bang minta dikit yah tulisannya :D
BalasHapus