Selasa, 17 November 2009

Krisis Ekonomi Dunia Belum Berakhir

[Al-Islam 461] Akhir-akhir ini media Barat memberitakan prakiraan sejumlah perusahaan yang mengatakan, bahwa tahap paling kritis dari krisis keuangan telah berlalu; juga bahwa perekonomian beberapa negara Barat telah mulai memperlihatkan tanda-tanda pemulihan ekonomi. Berbagai laporan media itu menyebutkan pendapat beberapa ahli ekonomi, para politisi dan pelaku bursa. Mereka menyatakan, naiknya kembali harga minyak menandakan bahwa perekonomian global telah sampai pada titik terendahnya dan mulai pulih, yang mendorong harga minyak terus merangkak naik.

Benarkah perekonomian sudah mulai pulih? Tentu salah jika pulihnya perekonomian hanya dilihat dengan memperhatikan sinyal-sinyal keuangan, seperti naiknya harga minyak dan harga komoditi di pasar global. Tentu kita harus memperhatikan tingkat produksi perusahaan-perusahaan, total GDP, angka pengangguran, harga barang-barang konsumsi, besaran belanja rumah tangga dan perusahaan, jumlah kredit perumahan dan pengumuman kebangkrutan yang terus terjadi pada perusahaan raksasa seperti General Motors dll; juga gejala-gejala perekonomian lainnya.

Dengan memperhatikan semua itu akan tampak jelas bahwa di seluruh dunia belum ada tanda-tanda pemulihan ekonomi! Kami akan menyebutkan beberapa buktinya:

1. Kondisi perekonomian Amerika.

Angka pengangguran di AS mencapai 8,9%, tertinggi sejak 26 tahun lalu. Tingkat pendapatan nasional menurun 6,1% pada kuartal pertama tahun ini. Supaya tingkat penjualan sebanding dengan jumlah barang, perusahaan mengurangi penawaran barang ke pasar sampai pada angka terendah sejak Perang Dunia II. Penurunan penawaran itu setara dengan 103,7 miliar dolar AS pada kuartal pertama tahun 2009. Sebelumnya, pada kuartal terakhir tahun 2008, penawaran itu telah menurun senilai 25,8 miliar dolar AS. Investasi di AS juga menurun 38% dalam satu tahun. Ekspor barang dan jasa pada kuartal pertama tahun 2009 menurun 30%. Sebelumnya, pada kuartal terakhir 2008 ekspor AS telah menurun 23,6%. Angka kegagalan kredit akibat ketidakmampuan melunasi kredit pada bulan Maret 2009 meningkat hingga 341.180. Angka itu naik 17% dari bulan Februari 2009, dan naik 46% dari bulan Maret 2008.

Selain itu, Pemerintah AS telah menyuntikkan uang miliaran dolar pada bank-bank yang ambruk dan perusahaan-perusahaan yang terlilit utang.

2. Kondisi perekonomian Jerman.

Angka pengangguran di Jerman mencapai 8,2%, tertinggi sejak Perang Dunia II. Kantor Perburuhan Federal pada tanggal 28 Mei 2009 menyatakan, bahwa rata-rata pemutusan hubungan kerja (PHK) bertambah. Hal itu di luar pengurangan jam kerja harian untuk mengurangi tingkat pengangguran. Pengamat ketenagakerjaan Anders Reese telah mencatat bahwa statistik pengangguran telah dimanipulasi supaya tampak sebaliknya dan supaya kelihatan membaik pada bulan Juni.

Sektor manufaktur Jerman juga mengalami penurunan sekitar 58% pada bulan April dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun lalu. Angka itu merupakan penurunan terbesar sektor ini sejak didirikan. Organisasi industri-industri berat mengatakan bahwa telah terjadi penurunan permintaan global sebesar 60% dan permintaan lokal sebesar 52%. Sebagian pengamat ekonomi malah lebih pesimis daripada pemerintah.

3. Kondisi perekonomian Eropa secara umum.

Penjualan eceran menurun drastis pada bulan April 2009 karena tingginya angka pengangguran. Artinya, konsumen secara bersama-sama mengurangi belanja mereka. Nik Kounis, kepala ekonom Eropa di Fortis Bank Netherland mengatakan di Amsterdam, “Menurut Komisariat Eropa, angka pengangguran di Eropa pada bulan Maret 2009 naik sampai 8,9%, tertinggi sejak tiga tahun. Angka pengangguran tahun depan akan terus naik sampai 9,9% dan mencapai 11,5% pada tahun 2010. Menurut Komisariat Eropa, perekonomian kawasan Eropa akan mengalami penurunan sebesar 4% pada tahun ini. Hal itu disebabkan oleh turunnya ekspor dan pemutusan hubungan kerja oleh sejumlah perusahaan.”

4. Kondisi perekonomian Jepang.

Angka pengangguran di Jepang pada bulan April 2009 mencapai 5%, tertinggi sejak lima tahun terakhir. Dalam laporan bulanan Departemen Dalam Negeri dan Komunikasi dinyatakan bahwa terdapat 3,46 juta pengangguran. Jumlah itu naik 25,8% dibandingkan dengan April tahun lalu. Dinyatakan juga bahwa hanya ada 46 pekerjaan bagi setiap 100 orang pencari kerja. Ini adalah angka terburuk sejak tahun 1999.

Rata-rata belanja rumah tangga pada bulan April menurun 1,3% dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu. Produk domestik bruto Jepang mengalami penurunan 10%. Penurunan total PDB Jepang sejak bulan Januari sampai bulan Maret menciptakan perlambatan ekonomi terburuk sejak tahun 1947. Glenn Maguire, kepala ekonom di Societe Generale Asia Pasifik mengatakan, bahwa secara umum perlambatan 10% pertumbuhan dinilai sebagai resesi. Jepang hampir sampai pada batas itu dengan menurunnya perekonomian Jepang sebesar 9,7% pada tahun ini.

5. Kondisi perekonomian global.

Menurut New York Times, perekonomian negara-negara berkembang telah melalui kuartal paling buruk sejak satu dekade lalu. Kondisi yang lebih buruk akan datang. Total produk domestik bruto tiga puluh negara yang tergabung di dalam OECD mengalami penurunan 2,1% pada kuartal pertama tahun ini dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Produk domestik bruto negara-negara anggota OECD mengalami penurunan 2% pada kuartal terakhir tahun 2008.

Menurut Bank Dunia, perekonomian negara-negara anggota OECD mencakup 71% dari total produksi nasional secara global. Perekonomian negara-negara OECD pada kuartal pertama tahun 2008 menurun 4,2%. Dari angka itu, Amerika turut andil 0,9%, Jepang 1%, 13 negara terbesar kawasan Euro sebesar 1,3% dan negara-negara lainnya 1%.

Semua itu menunjukkan fakta sebenarnya bahwa kondisi perekonomian global belum pulih dari krisis, bahkan masih akan terus didera krisis.

Lalu mengapa terjadi kenaikan di pasar saham dan pasar barang dan jasa? Jawabannya, kenaikan itu disebabkan hal-hal berikut: Pertama, suntikan dana yang dilakukan pemerintah AS kepada perusahaan asuransi AIG sebesar US$ 173 miliar yang diambil dari uang para pembayar pajak AS. Dari jumlah itu, 90 miliar dibelanjakan untuk membayar utangnya ke perbankan Amerika dan Eropa. Pada tanggal 15 Maret 2009, AIG telah mendistribusikan uang ke sejumlah bank dan institusi: Bank Goldman mendapatkan US$ 12,9 miliar; Bank Merrill Lynch US$ 6,8 miliar; Bank of America US$ 5,2 miliar; Citigroup US$ 2,3 miliar; Bank Wachovia US$ 1,5 miliar; Bank Barclays US$ 8,5 miliar; dan UBS Swiss mendapat US$ 5 miliar.

Supaya pemerintah AS tidak terkesan membantu perusahaan AIG secara langsung karena khawatir akan menimbulkan kemarahan masyarakat, AIG mentransfer dana itu ke berbagai bank. Berikutnya bank-bank itu mengumumkan keuntungannya. Misalnya, Bank of America mengumumkan keuntungannya sebesar US$ 4,2 miliar, Citigroup US$ 1,6 miliar dan Goldman Sachs US$ 1,8 miliar. Di Eropa Barclays Bank mengumumkan keuntungannya sebesar 5,28 miliar pounsterling. Akhirnya, harga-harga saham pun terkerek naik. Sebenarnya kenaikan harga-harga saham itu bukan karena aktivitas ekonomi yang menghasilkan keuntungan, tetapi karena suntikan dana yang pengaruhnya hanya sebentar.

Kedua, pada awal tahun ini, pemerintah AS mengumumkan programnya untuk menopang bank-bank Amerika. Tujuan pengumuman itu adalah untuk menyebarkan kepercayaan para investor bank-bank Amerika untuk memberikan sugesti bahwa bank-bank itu dalam kondisi baik dan tidak sedang mengalami kesulitan besar. Program itu, sebagaimana sebelumnya telah dijelaskan oleh Menteri Keuangan AS Timothy Geitner, adalah untuk memberikan kesan bahwa mayoritas aset bank yang mengamali kesulitan bisa dikeluarkan dari daftar neraca.

Kondisi-kondisi dan berbagai pernyataan itu menyebabkan naiknya harga-harga saham perbankan Amerika. Harga saham Bank Wells Fargo naik 8,5%, Morgan Stanley naik 0,9%, Bank of America naik 4% dan Citigroup naik 7%. Jelas, apa yang terjadi ini mirip dengan dukungan propaganda opini untuk menaikkan saham tertentu seperti yang dilakukan oleh para spekulan yang sengaja menyebarkan berita tentang kemajuan kondisi ekonomi suatu perusahaan, atau peluang kemajuan perusahaan itu. Lalu berita itu menyebabkan bertambahnya kepercayaan dan menaikkan harga saham perusahaan tersebut. Kemudian setelah tujuan para spekulan itu tercapai, harga saham itu pun turun kembali dan bahkan ambruk. Hal itu seperti yang terjadi pada sebab-sebab munculnya krisis saat ini.

Ketiga, pada awal tahun ini The Fed (Bank Sentral AS) dan Bank of England (Bank Sentral Inggris) masing-masing mengumumkan rencana untuk mulai membeli aset-aset beracun milik berbagai bank, surat-surat utang dan aset-aset lembaga keuangan yang ambruk. Pertambahan jumlah uang yang dipompakan ke pasar secara alami pasti menyebabkan inflasi dan naiknya harga-harga barang dan jasa. Sebab, bertambahnya uang yang ditawarkan akan melemahkan daya belinya dan berikutnya terjadi inflasi, yaitu kenaikan harga-harga barang dan jasa. Bank of England mulai menampakkan keterkejutannya atas naiknya angka inflasi yang menyebabkan penderitaan ekonomi; perekonomian Inggris sendiri berada pada titik terendah sejak tahun 1930. Angka inflasi mencapai 2,9% jauh lebih tinggi daripada angka yang diperkirakan sebelumnya, yaitu 2%. Inilah yang bias menjelaskan mengapa harga minyak naik dari US$ 36 perbarel menjadi US$ 58 perbarel. Artinya, kenaikan harga minyak tidak menunjukkan bahwa permintaannya bertambah. Konsumsi energi pada tahun 2009 justru menurun untuk pertama kalinya sejak PD II. Hal itu menunjukkan dengan jelas bahwa perekonomian global masih jauh dari pulih.

Dengan demikian, pembicaraan tentang pulihnya perekonomian Barat adalah terlalu dini. Pemerintah Barat mengadopsi kebijakan menurunkan tingkat suku bunga dan membeli aset-aset beracun hanya untuk menunda ambruknya perekonomian. Bisa jadi pemerintah Barat justru akan menenggelamkan pasar uang ke kubangan inflasi. Ambruknya pasar barang dan munculnya gelembung mata uang yang bisa meletus menyebabkan penderitaan terbesar yang disaksikan oleh dunia saat ini.

Khatimah

Seluruh paparan di atas semakin membuktikan bahwa bangunan ekonomi Kapitalisme selama ini memang rapuh. Hal ini semakin meneguhkan bahwa bangunan apapun—termasuk ‘bangunan’ sistem ekonomi—yang tidak didasarkan pada takwa (baca: syariah Islam), pastilah rapuh dan pasti suatu saat akan runtuh. Mahabenar Allah SWT Yang berfirman:

أَفَمَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى تَقْوَى مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ خَيْرٌ أَمْ مَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فَانْهَارَ بِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (١٠٩)

Apakah orang-orang yang mendirikan bangunannya di atas dasar takwa kepada Allah dan keridhaan-(Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengannya ke dalam Neraka Jahanam? Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim (QS at-Taubah [9]: 109). []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar